one family for thousand hopes

wujudkan selangit impian yang mereka miliki

Minggu, 07 November 2010

Menunaikan Zakat

Para ulama mengajarkan kepada kita bahwa seluruh ketentuan syari'at yang berkaitan dengan harta dan transaksi muamalat (jual-beli, utang-piutang, dan sebagainya), termasuk untuk zakat, hanya ditetapkan dalam nuqud. Nuqud  berarti  dinar emas atau dirham perak. Sampai detik ini, kita semua mentaatinya dalam menentukan  nisab zakat mal dan zakat perniagaan, yaitu 20  dinar emas (sekitar 85 gram emas) dan 200 dirham perak (sekitar 600 gr perak).

Namun, ketika membayar zakat, mengapa  kita abaikan syariatnya? Yakni meninggalkan Dinar Emas atau Dirham Perak, dan menggantinya dengan uang kertas (rupiah, dolar, ringgit, dan sebagainya)?

Berikut adalah Syari'at Zakat sebagaimana telah difatwakan oleh para ulama.

Bagaimana Posisi Madhab Syafi’i?
Imam Syafi’i, dalam kitabnya Risalah, menyatakan:
Rasulullah, salallahu alayhi wa sallam, memerintahkan pembayaran zakat dalam perak, dan  kaum Muslim  mengikuti presedennya dalam emas,  baik berdasarkan [kekuatan] hadits yang diriwayatkan kepada kita atau berdasarkan  [kekuatan] qiyas  bahwa emas dan perak  adalah penakar harga yang digunakan manusia untuk menimbun atau membayar komoditas di berbagai negeri sebelum kebangkitan Islam dan sesudahnya.

Manusia memiliki berbagai [jenis] logam lain seperti kuningan, besi, timbal yang tidak pernah dibebani zakat baik oleh Rasulullah, salallahu alayhi wa sallam,maupun para penerusnya. Logam-logam ini dibebaskan dengan dasar [pada kekuatan]  preseden,  dan kepada mereka, dengan qiyas pada emas dan perak,  tidak seharusnya dibebani zakat, karena emas dan perak digunakan sebagai standar harga di semua negeri, dan semua logam lainnya dapat dibeli dengan keduanya dengan dasar kadar berat tertentu dalam waktu tertentu pula.
Bagaimana Posisi Madhab Maliki?
Shaykh Muhammad Illysh, Mufti Al Azhar, pada 1900-an, mewakili posisi Madhhab Maliki,  secara tegas mengharamkan uang kertas sebagai alat pembayar zakat. Fatwanya:
Kalau zakat menjadi wajib karena pertimbangan substansinya sebagai barang berharga (merchandise), maka nisabnya tidak ditetapkan berdasarkan nilai [nominal]-nya melainkan atas dasar substansi dan jumlahnya, sebagaimana pada perak, emas, biji-bijian atau buah-buahan.

Karena substansi [uang kertas] tidak relevan [dalam nilai] dalam hal zakat, maka ia harus diperlakukan sebagaimana tembaga, besi atau substansi sejenis lainnya.
Maksudnya, sama dengan posisi Imam Syafi’i, (uang) kertas disamakan dengan besi atau tembaga, hanya dapat dinilai berdasar beratnya, sedang  nilainya harus ditakar dengan nuqud (dinar atau dirham). Ketiganya terkena zakat hanya bila diperdagangkan, dan tidak sah dipakai sebagai pembayar zakat.

Bagaimana Posisi Madhab Hanafi?
Imam Abu Yusuf,  satu di  antara dua murid utama Imam Abu Hanifah, dan pendiri Madhhab Hanafi, menulis surat kepada Sultan Harun Al Rashid, (memerintah 170H/786M-193H/809M). Ia   menegaskan keharaman uang selain emas dan perak sebagai alat pembayaran zakat. Ia  menulis:
Haram hukumnya bagi seorang Khalifah untuk mengambil uang selain emas dan perak, yakni koin yang disebut Sutuqa,  dari para pemilik tanah sebagai alat pembayaran kharaj dan ushr mereka. Sebab walaupun koin-koin ini merupakan koin resmi dan semua orang menerimanya, ia tidak terbuat dari emas melainkan tembaga. Haram hukumnya menerima uang yang bukan emas dan perak sebagai zakat atau kharaj.
Apa Kesimpulannya?
Dari berbagai fatwa hukum para imam madhhab di atas sangat jelas bahwa zakat harta dan perniagaan tidak dapat dibayarkan kecuali hanya dengan Dinar Emas  atau Dirham Perak.

Bagaimana Cara Menghitung dan Membayarkan Zakat dalam Dinar-Dirham?
Bila Anda memiliki harta uang kertas atau turunannya (deposito, saham, cek, dsb), harus Anda takar nisabnya  dengan Dinar atau Dirham. Harta yang dihitung hanyalah yang telah memenuhi haul-nya, yakni tersimpan selama setahun. Nisab zakat mal adalah 20 dinar emas atau 200 dirham perak. Zakatnya  adalah 2.5%-nya.

Kewajiban zakat 2.5% dari total harta Anda yang telah tersimpan selama setahun tersebut  kemudian ditukarkan dengan salah satu mata uang syar’i ini, Dinar Emas atau Dirham Perak. Dengan Dinar Emas atau Dirham Perak inilah baru Anda dapat membayarkan zakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar